Abi untuk anak Ku...



Aku terbangun, terjaga, tersentak, di atas ranjang di samping raga seorang lelaki. Raga yang dua bulan ini aku panggil Abi. Dia yang meminta aku memanggilnya begitu. Katanya panggilan itu membuatnya merasa berarti. Katanya panggilan itu akan mengingatkannya betapa inginnya dirinya menjadi ayah dari anak yang keluar dari rahimku.

Ku pandangi Abi dari balik tubuhnya. Airmata mengalir tanpa daya. Mengalir tanpa suara, sebab malam dan juga aku tak ingin buat Abi terjaga. Rasa sesal, rasa bersalah karena telah mengabaikannya juga karena tidak menerimanya dengan sepenuh hati.

Abi adalah Mas Bayu. Pria yang menawarkan hatinya padaku dalam kurun waktu singkat, dia jadi suami dan kini ku panggil Abi. Sesosok jiwa sederhana yang datang bak kilat menyambar di tengah galaunya jiwa. Pria yang terlalu sempurna bahkan terlalu.

“Mas Bayu, seharusnya aku menjadi perempuan yang paling beruntung menemukanmu. Bahkan teramat beruntung, karena kamu telah memintaku menjadi istrimu. Kurang apa dirimu mas? Sholatmu terjaga, perilakumu santun bukan hanya kepadaku tapi juga kepada keluargaku,” bathinku berkata tanpa instruksi.

“Tapi mas, aku belum mampu membalas rasa seperti yang kau curahkan padaku. Kalau boleh jujur, aku tidak mencintaimu. Aku bahkan sempat memikirkan lelaki lain saat menikah denganmu mas. Yah, satu bulan kita menikah aku memikirkan dan menangis untuk lelaki lain. Aku marah, kenapa kau sempurna. Yang membuatku tidak bisa bilang kata tidak, saat kau memintaku jadi ummi bagi anak2mu kelak,”

“Aku meradang. Ya, meradang karena aku merasa tak punya pilihan untuk menolakmu. Mas, aku tidak punya satu pun alasan yang jelas, kenapa harus menafikanmu. Kecuali satu untaian kata yang merangkai kalimat ‘aku tidak mencintaimu’.

“Ayo Pia, kita sholat berjema’ah,” ucapmu, selepas pesta pernikahan kita. Seharusnya aku bersyukur mas, karena tidak banyak lelaki yang bisa jadi imam bagi istrinya. Betapa aku beruntung kan mas?” airmataku jatuh tidak tertahan…hah

“Aku malu pada semua. Padamu mas, pada janin yang baru berumur tiga minggu ini. Janin yang tak pernah aku katakan padamu. Janin yang ingin aku lenyapkan dari muka bumi ini, saat aku tahu pertama kali. Karena dia mewarisi darah sempurnamu,”



Aku masih ingat, minggu pertama kita menikah. “Pia, kalau Allah beri kita kesempatan untuk menjadi orang tua. Mas, bolehkan punya anak lebih dari dua. Empat misalnya?” ucapmu dengan senyum simpul.

“Aku hanya diam, dalam hati aku hanya bilang apa? Anak? Aku belum siap mas untuk punya anak darimu”. Ingat juga malam pertama yang harus ditunda berhari dan juga aku sudahi dengan tangisan,” isakku

Malam pertama, wajahku bagai ditimpa bulan. Merona karena tangis. Mas Bayu tidak memaksaku. Dia memberikanku waktu. Dia juga tidak tampak kesal. Tapi yang ku tahu pasti, dia selalu terbangun tengah malam untuk sholat tahajud. “Pia, bangun sayang. Udah jam dua pagi, Allah menanti kita untuk memohon dan meminta pada-Nya,” ujarnya sambil mengecup keningku.

Hingga aku merasa bak sebatang kayu tanpa akar. Aku tak berdaya saat akhirnya aku memutuskan untuk menyerahkan bagian terpenting dari wanita. Aku menangis seusainya, aku terisak. Bayangan Sigit, seorang pria yang padanya aku ucapkan cinta, terlintas.


Pemahaman arti cinta yang dangkal diriku membuatku merasa harus membencimu. Tapi waktu berjalan, kau membuatku meluluhkan semua prasangka serta duga ku terhadap mu. Ketulusan serta kesabaranmu menaklukkan kekeraskepalaanku. Ya, mas. Iya aku mencintaimu…..Cinta yang baru saja kumaknai siratannya……

**

“Pi, kurang apa sih si Bayu itu?” sentak Tata, sohib karibku enam bulan lalu.

“Dia gak kurang apa-apa, Ta, hanya saja aku tidak mencintainya,” jawabku padanya.

“Cinta?, semua butuh proses. Pi, pada saatnya nanti, dengan segala kedewasaannya, kau akan temukan makna cinta yang sebenarnya. Masih ingat, cerita Bu Ade, guru ngaji kita, bahwa cinta yang abadi bagi manusia itu adalah cinta sepasang suami istri selepas pernikahan!. Tapi permasalahanya sebenarnya bukan itu kan? Kau masih memikirkan Sigit. Pi, tolonglah, mau kau buat apa hidupmu? Menanti, menanti dan menanti atas kelanjutan kisah yang arahnya gak jelas mau dibawa kemana?,” bentaknya lagi.

“Kalau dia memang menginginkanmu, dia pasti gak membuat posisimu tanpa kejelasan seperti ini. Aku bukannya melarangmu dengannya. Kalau kau bahagia aku akan mendukungmu, ingat aku sahabatmu. Dan sahabat bukan hanya mendukung tapi juga mengkritik demi kebaikanmu. Dan tanya hatimu, bahagiakah kau dengan keadaan ini?. Sudahlah tiap hari kita selalu berdebat soal ini, dan selalu saja ada sanggahan atas semuanya,” ungkap Tata sambil geleng kepala

***

“Pi, bunda mau bilang sesuatu. Masih ingat dengan tante Ira?. Teman bunda waktu sekolah dulu. Dia punya anak laki2, baik udah kerja dan anaknya santun. Pi, bunda ingin dia jadi mantu bunda. Pia, mau ndak?,” tanya bunda padaku pada suatu malam dengan senyuman ikhlas khas senyuman para bunda di seluruh dunia saat menatap masa depan buah hatinya.

“Nda, Pi memangnya udah cocok jadi seorang istri?. Kalau Pia punya pilihan sendiri, bunda ndak marah kan?,”jawabku.

“Memangnya Pia dah punya? Kenapa gak bilang ama bunda? Namanya siapa?,” timpal bunda saat itu. “Namanya Sigit, dia anak band, bunda,”jelasku

“hmm, bunda gak pernah minta yang aneh2 nduk, yang penting Pia senang dan memang pilihan Pia itu bisa jadi Imam buat rumah tangga Pia kelak. Yah, seperti almarhum ayahmu yang sederhana namun mampu menjadi imam bagi keluarga kita. Besok, kenalin ke bunda ya,?” ajak Bunda

“Serius bunda?, besok Pia akan ajak Sigit ke rumah. Tapi Bunda mesti janji jangan tanya yang macem-macem,”tegasku

***

“Git, bunda ingin kenal ama kamu. Nntar malam, Sigit ke rumah ya?” ujarku. Sigit, pria yang padanya aku merasa bahwa aku mencintainya. Yah, cinta yang kuartikan dangkal.

“Ah, jangan sekaranglah Pi. Aku harus tampil ntar malam. Lagian ngapain juga harus ke bunda. Emangnya kita mau menikah?. Kan Pia tahu, aku tu gak siap. Lagian apa sih arti pernikahan?. Bikin susah aja,. Ntar deh Pi, kapan2 aja ya. Aku harus jadi anak band yang bisa dikenal semua orang, punya banyak uang dan kita Pi akan keliling seluruh dunia dan ahhh, pokoknya gak perlu nikah tapi bisa terus bersama,”jawabnya panjang lebar

“Git, Pia tahu jawaban seperti ini akan muncul tanpa dipaksa. Pia juga tahu bahwa kamu. Git, Pi tu cinta ama Sigit. Itu juga kenapa Pi, bertahan tanpa meminta banyak. Keras kepalamu Git, semua Pi terima. Tapi untuk jawaban Sigit tadi buat Pi berpikir bahwa kita memang sia2 menjalin semua ini. Pia ingin Sigit bahagia, jadi bahagialah tanpa Pia,”tegasku bersama dengan titik cairan kesedihan.

“Pia, dengar jangan buat aku memilih antara musik dan dirimu. Karena kau tahu pasti jawabannya, aku akan dan tetap milih musik. Ini hidupku Pi, ini jiwaku. Jangan tunggu aku untuk mengerti arti kata nikah. Aku mencintaimu Pi, tapi menikah entahlah,”ujarnya

**

“Lho Nduk, mana Sigitnya?, ujar Bunda keesokan harinya.

“Hmm, dia sibuk nda, mungkin pun Pia bukan yang terbaik buat dia. Dan dia belum memikirkan pernikahan. Wah, sudahlah bunda. Ntar aja kita bicarain lagi ya,”pinta ku

“Assalamualaikum,” “Pi, ada tamu nduk, buka pintu ya,” kata bunda yang dengan suara mengeras.

“Oh, tunggu dulu, kamu pasti Pia. Anaknya Bu Laila kan. Ada ibumu Pia,” ujar seorang ibu yang akhirnya ku tahu dia Tante Ira. Dia tidak sendiri tapi bersama seorang pemuda yang selalu menundukkan pandangannya dariku. Ya, siapalagi kalau bukan mas Bayu.

“Bunda dan keluarga Tante Ira sudah berbicara. Dan Bayu memilih Pia untuk menjadi istrinya. Nduk, gimana, kamu dan sigit bagaimana?. Bunda bukan ingin memaksakan kehendak. Tapi bunda ingin Pia mendapatkan yang terbaik,”ujar bunda dihadapan aku, Bayu juga Tante Ira

“Pi, ,mau tanya ama mas Bayu. Kenapa pilih Pia, mas belum kenal Pia kan?, mas juga gak tahu kepribadian Pia,”

“Saya memang tidak pernah kenal Pia secara terbuka. Tapi penjelasan ibu saya dan bundanya kamu, sudah cukup untuk mengetahui bahwa kamu itu adalah pasangan yang tepat buat mas,”ujarnya masih dengan pandangan tidak juga tertuju padaku.

“Menurut mas, pernikahan tanpa rasa cinta bisa bertahan?,” tanyaku beruntun. “Cinta Pia?, jangan agungkan cinta. Bagi mas, makna percintaan itu ya setelah pernikahan itu. Cinta sejati juga hanya bisa diagungkan buat-NYA. Bisa atau tidak pernikahan bertahan, tergantung pada niat saya dan kamu,”jawabnya.

“Kenapa mas mau menikahi Pia?” tanyaku lagi. “Karena Allah, karena pernikahan adalah anjuran dari-Nya. Karena pernikahan adalah separuh dari nikmat surga yang dirancang oleh-Nya. Juga karena memang kita sudah diciptakan berpasangan bahkan sebelum janin berkembang,”papar mas Bayu.

**

“Asswrwb. Sigit, Pia mohon doa restu. Minggu depan Pia menikah. Dengan Bayu, Pria yang menawarkan jalinan pernikahan. Pia berdoa semoga Sigit bisa mencapai semua cita. Git, Pia mencintaimu…., datanglah saat pernikahan Pia nanti,” isi SMS yang kukirim bersama lara juga sedih tidak tertahan..kepada Sigit.

“Pia, ini becanda kan?, tidakkah Pia ingin mengarungi belahan bumi ini bersama Sigit? Selangkah lagi Pi, Sigit akan berhasil. Ini Sigit masih di Bali bersama teman2 satu band. Please Pi, jangan menikah. Jangan menikah. Tunggu Sigit,” ujarnya langsung menelopon ke hp ku.

“Sigit, Pia cinta sama Sigit. Pia tanya satu hal. Pia bukannya orang yang suka memaksa untuk menikah. Tapi Sigit yang gak pernah percaya dengan jalinan pernikahan. Sampai kapan Pi menunggu Git ?,” tegasku padanya

Hening, dia diam tidak mampu bicara speechless, aku tutup teleponku..

**

“Nduk, kamu harus siap-siap ya. Nurut ya sama kang masmu. Bunda hanya bisa berdoa. Bunda ndak bisa lagi mencampuri masalah kamu. Pi harus belajar masak ya nduk, jangan cepat menyerah ya,”

“Nda, Pi senang bisa bahagiakan Bunda. Tapi bunda…,” ujarku terbata. “Ada apa nduk koq ngangis, besok kamu jadi istrinya Bayu harus bahagia la nduk. Ada apa, ayo cerita.

“Bunda Pia masih teringat Sigit, Pia cinta ama Sigit, huhhhhhu,”tangisku. “Pia, bunda tahu, bukanlah bunda ibu yang baik jika ndak tahu apa yang terjadi. Bunda yakin Sigit lelaki yang baik. Tapi mungkin dia bukan untuk Pia. Dan apa nduk tujuan Sigit menjalin hubungan ama Pia?.Jangan buat dosa yang mungkin ndak kamu sadari nduk,” jelasnya.

**

Januari 09.00 Wib

Aku menikah dengan Bayu dengan secuil harapan Sigit akan berubah pikiran didetik-detik akhir awal pernikahanku. Namun hingga resmi cincin tanda pernikahan itu melingkar di jariku, Sigit tidak juga hadir bahkan ucapan selamat tidak kunjung datang.

Januari 17.00 Wib

Lagu ini untuk seorang perempuan yang sedang bersanding di pelaminan dengan pria yang pasti bisa buat dia bahagia. “Ku ingin selalu berdua bersama denganmu. Tapi tak mungkin saat ini..” Itu adalah lagu BIP yang judulnya Sampai Nanti, lagu yang dinyanyikan Sigit di hari pernikahan bersama rombongan anak bandnya.

“Pi, Sigit cinta ama Pia, seluruh hati serta jiwa. Pi lihat mata Sigit bengkak, Sigit nangis. Sigit sedih banget. Tapi Sigit juga memang belum bisa buat Pia bahagia. Karena Pi ingatkan, Sigit paling benci dengan aturan. Pernikahan buat Sigit terkekang, kalau memang cinta tanpa syarat kenapa harus ada pernikahan. Juga kalau Mick Jagger bisa bertahan bersama pacarnya sampai tua, itu bukan karena pernikahan kan?. Sigit Cinta sama Pia, tapi sepertinya sudah terlambat buat Pi untuk merubah keputusan,” paparnya di tengah pernikahan kami. Dia mohon kepada mas Bayu untuk mengungkapkan semua perasaan.

**

Susah untuk membuang bayangan Sigit mas. Tapi aku berhasil mas. Toh pada akhirnya tidak ada alasan untuk membuang masa lalu. “Pia, jangan buang mereka yang pernah melukiskan cerita dalam kanvas kehidupanmu. Mereka adalah bagian dari masa kini. Hanya coba lah untuk tidak memperdulikannya,” ujarmu saat aku terdiam di antara perbincangan kita soal masa depan minggu pertama kita menikah.

Kini aku sadari betapa aku salah. Salah menduakan pikirku. Mas, aku akan berusaha untuk menjadi istri yang baik dan menjadi ummi bagi anak-anakmu kelak,”bathinku

**

Maret 02.30 Wib

“Pia, udah bangun?. Koq mas ndak dibangunin, Pia belum sholat tahajud kan? Biar sholatnya berjemaah aja ya?. Pia kenapa, koq tangis?, Mas buat salah ya?. Mas minta maaf kalo mas buat Pia kesal,” ujar Mas Bayu sambil menyapu kedua tangannya di kedua pipiku yang menghentak lamunan ku sedari tadi.

“Mas ndak salah apa-apa. Pia yang salah. Karena tidak pernah berusaha jadi istri yang baik. Mas maaf Pia menyembunyikan sesuatu. Mas sebentar lagi akan menjadi Abi yang sebenarnya. Pia hamil mas tiga minggu,”ujarku sambil terisak.

“Ya Allah Pia, yang bener!?. Alhamdulliah, Allah kabulkan doa kita,” ujarnya dengan tawa tanpa henti tangannya refleks memegang perutku dan meletakkan wajah di perutku.

“Mas, Pia janji untuk mencintai mas setulusnya. Pia mencintai mas. Kita akan punya anak berapapun semua terserah Allah SWT. Bukan hanya empat, Pia mau koq anak kita 11, biar kita bisa buat kesebelasan,” tangisku yang kali ini tentu tangis bahagia dengan merangkul tubuhnya.

Rasa akan datang dan pergi. Luka juga akan terkoyak tapi juga akan terobati. Hidup juga pilihan. Tinggal manusia yang memilih berada di dunia hitam atau putih atau bahkan malah abu-abu. Manusia diciptakan berpasangan. Dia di suatu tempat dan entah di mana memang diciptakan untukmu….


Responses

0 Respones to "Abi untuk anak Ku..."

Posting Komentar

 

Categories

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors